Wiwin Novi A. Rumata


Siang itu di ruangan M1, semua anak tampak menanti dengan sabar. Sebagai catatan kecil, kesabaran mereka cukup teruji saat harus bertatapan dengan dosen ini. Seorang dosen yang sepertinya enggan melepaskan cengkramannya dari angkatan ini, sejak insiden kecil yang dipelopori oleh si seno saat ujian cawu satu yang mengukuhkan betapa kompak bandelnya angkatan ini.

Wajah-wajah itu juga tampak tegang menghadapi wajah sang dosen yg terlampau datar, apalagi sudah seminggu ini diteror dengan perasaan deg-degan menunggu keluarnya pengumuman pembimbing tesis.

“Oke... jadi daftar pembimbing kalian sudah keluar, tapi karena beberapa hal maka belum bisa dipublikasikan...”, sang dosen mulai memberikan pengarahan dalam kelas, dan lihatlah berpasang-pasang mata itu menatap serius kearahnya.

Jangan berfikir bahwa yang menjadi perhatian adalah pengarahan itu, ataupun sosok yang selalu menjadi tekanan batin mereka. Sebenarnya perhatian mereka tertuju pada 2 lembar kertas yang sedari tadi dipegang beliau, entah insting dari mana membuat pikiran mereka sama tentang kertas itu yang kemungkinan besar berisi daftar nama pembimbing tesis.

“Hmm... saya akan keluar sebentar, sekitar 5 menit ya.“, sang dosen melanjutkan ucapannya sambil bergegas meninggalkan ruangan, juga meninggalkan dua lembar kertas di atas meja begitu saja.

Spontan dan secepat kilat uni bangkit dari tempat duduknya diikuti wiwin yang dengan semangat menghampiri meja di depan, demi mencermati dua lembar kertas itu. Anak-anak yang lain hanya menatap harap-harap cemas dan menunggu hasil kreatif dua temannya yang beraksi di depan kelas.

Breekk...”, tiba-tiba pintu terbuka lagi, saat uni dan wiwin lagi sibuk meneliti satu persatu nama dosen pembimbing yang tertera dikertas itu. Sang dosen berdiri di sana, diikuti tatapan uni dan wiwin yang beralih kaget ke arah pintu. Sejenak tatapan mereka beradu, mungkin kalo dalam film-film kartun pasti terlihat seperti luncuran kilatan-kilatan dari mata mereka.

Tersadar akan posisi mereka, uni dan wiwin berbalik kembali ke tempat duduk dengan gaya lari tertahan seperti pinguin-pinguin kecil, diiringi gelak tawa teman-teman yang lain. Tak terkecuali tawa sang dosen yang membuat seisi kelas terpana, beliau tertawa cukup lebar... Apakah kejadian ini begitu konyolnya sampai bisa membuat sang dosen tertawa begitu lebar???
Wiwin Novi A. Rumata


Beberapa menit lagi bus yang kutumpangi berhenti di persimpangan jalan, tepat di depan sebuah pos polisi. Segera setelah bus berhenti, ku raih ransel disampingku dan mengaitkan pada bahu kanan sambil berjalan menuju pintu keluar. Dengan sekali lompatan kecil, kupijakkan kaki di jalanan yang agak basah tertimpa hujan yang sebelumnya turun.

Dari tempatku berdiri terlihat kakak yang sedang berbicara dengan 3 orang polisi di posnya. Rupanya kakak telah melihat sosokku diantara orang dan kendaraan yang lalu lalang, sambil tersenyum kearahku yang sedang berlari kecil menjangkau tempatnya berdiri. Dialah kakak angkatku yang telah 10 tahun tak pernah berjumpa, sejak kerusuhan melanda kota ku di bagian timur negeri ini.

“Dik, kuliah ya?” tanya seorang polisi yang berdiri tepat dihadapanku dengan ramah, mungkin kakak telah bercerita sedikit tentangku pada tiga orang polisi sekarang berdiri dihadapan kami.

“Iya, pak...” jawabku sambil tersenyum, tak ingin kalah ramah sama mereka.

Ngambil apa?” polisi tadi kembali bertanya dengan sedikit antusias.

Perencanaan kota dan daerah,” kali ini ku jawab dengan sedikit melirik ke kakak, meminta penjelasan mengapa bisa ada pertanyaan seperti ini?. Tapi hanya ditanggapi kakak dengan senyuman.

Kalo boleh, om polisi mau nitip pesan niy... Cepatlah selesaikan kuliahnya dan kembali membangun daerah ini. Masih banyak yang perlu dibenahi di sini, salah satu contohnya persimpangan jalan ini yang sulit diatur dan selalu menimbulkan kemacetan,” pernyataan pak polisi ini hanya kubalas dengan senyuman.

Saya berasal dari daerah timur dan keinginanku setelah menyelesaikan masa studi adalah kembali dan mengabdi pada daerah, sedangkan tempatku berpijak saat ini adalah bagian barat negeri ini. Jika daerah yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan serta aksesibilitas yang terjangkau ini masih mengeluhkan masalah penataan perkotaan dan daerah, lantas bagaimana dengan daerahku yang jauh dari pusat pemerintahan dan terdiri atas gugusan pulau-pulau kecil yang membuatnya kesulitan dalam hal aksesibilitas, sehingga menyebabkan masih banyaknya daerah-daerah yang terisolasi...

Pandanganku beralih ke luar pos polisi lewat kusen tanpa daun jendela dan kaca, terlihat kendaraan yang berderet karena kecepatannya terhenti pada persimpangan jalan yang cukup padat. Mataku juga merayapi deretan pertokoan, pasar tradisional dan sarana transportasi lain yang terparkir sepanjang pinggiran jalan, menutupi sebagian badan jalan. Bagaimana tidak menimbulkan kemacetan, jika aktivitas di sini lumayan tinggi namun belum tertata dengan baik?
Wiwin Novi A. Rumata


Malam semakin larut, hawa dingin pegunungan mulai merambati kulitku, kurapatkan sweater untuk menghalau rasa dingin ini. Saat-saat yang paling membuatku rindu akan hangatnya mentari, tapi sepertinya mentariku seakan cuek di peraduannya tanpa memikirkan betapa kedinginan semakin melengkapi kesendirian ini.

Bunyi sms dari Hp membuatku agak kaget, “belum sampai juga???”. Sms dari mama membuatku tersenyum lebar. Lagi-lagi mama selalu mengkhawatirkan putrinya yang slalu membuat masalah ini. Sms dengan kalimat yang sama sudah ku terima dari tadi, mungkin lebih dari 10 kali dan selalu ku balas dengan kalimat yang sama, “Tenang Mama, jalanan agak macet karena jalur mudik”. Seperti biasanya Mama selalu khawatir ketika muncul ideku tuk sendirian mengunjungi tempat-tempat baru. Berbeda dengan Papa yang lebih terlihat tenang menghadapi ide-ide ku, walaupun matanya tak bisa berbohong tentang kekhawatiran yang juga dirasakannya.

Seorang Bapak mungkin akan terlihat lebih tegar, hanya karena mereka tak bisa dengan leluasa merefleksikan rasa kekhawatirannya seperti seorang Ibu yang identik dengan perasaan halus dan mudah tersentuh. Seorang Bapak terhadap anak perempuannya memahami bahwa perbedaan fisik tidak menjadi jaminan untuk berbeda juga dalam sifat. Sifat-sifat yang ada pada sang anak merupakan cerminan terhadap dirinya.

Seorang Bapak Selalu memberikan pilihan-pilihan sebagai pandangan kepada seorang anak, tetapi bukan mengintervensi atau menuntutnya untuk mengikuti keinginannya. Seorang anak mampu menentukan sendiri keinginannya, namun jangan pernah mengeluh akan konsekuensi logis dari suatu pilihan, karena hal itu adalah bentuk tanggung jawab terhadap pilihan yang diambil.

Mungkin benar bahwa keras kepala ini selalu menjadi sisi negatifku, tapi takkan pernah kuingkari janjiku padanya. Janji yang dibuat seorang anak kepada Bapaknya, menjadi kontrak bentuk tanggung jawabnya terhadap diri sendiri.

Mbak, dipersimpangan jalan itu ada pos polisi yang mbak maksud...”, kembali kenek bus ini mengingatkan bahwa sebentar lagi akan sampai pada lokasi yang ku tuju, sekaligus membuyarkan lamunanku.

Terima kasih pak...”, Ujarku sambil tersenyum.
Wiwin Novi A. Rumata

Seperti perjalanan-perjalananku yang lalu. Ku tahu bahwa DIA selalu ada melindungiku baik dengan cara tak terlihat maupun dengan menggerakkan hati orang-orang disekitarku, mereka yang tak ku kenal berhati malaikat.

Perjalanan yang jauh dan menjenuhkan, tapi terobati dengan pemandangan diluar jendela yang sesekali basah tertimpa hujan. Mulai dari pemandangan kota yang sangat kontras dengan penampilan gedung-gedung bertingkat mewah, bersanding dengan perumahan yang belum tentu layak dikatakan sesuai standar rumah sehat bagi penghuninya. Itulah sekilas potret sebuah kota di negeriku.

Perjalanan ini semakin jauh memasuki pelosok negeri, menapaki jalanan-jalanan pedesaan yang agak sempit untuk dilewati dua bus yang kebetulan berpapasan. Pandanganku mulai termanjakan dengan hamparan sawah bak permadani hijau yang terlihat mulai menguning. Senyum-senyum hangat para petani di balik topi anyaman bambu yang lebar meneduhkan hati, senyum yang kuartikan sebagai senyum syukur atas jerih payahnya yang sebentar lagi akan menuai hasil. Rumah-rumah khas permukiman pedesaan yang sederhana dengan pekarangan luas terlihat asri, dihiasi bocah-bocah dengan senyumnya yang berlarian di halaman dan mencuri perhatianku, senyuman tulus tanpa beban.

Kini pemandangan di luar telah berganti, tak lagi seterang tadi. Malam telah menjelang dan cahaya dari lampu-lampu jalanan dan perumahan memecah kegelapan malam. Jalanan mulai menanjak, terlihat kumpulan cahaya-cahaya yang terkonsentrasi di bagian atas dan bawah dari perspektif mata normalku, menandakan daerah ini memiliki topografi yang bervariasi dengan kelerengan yang cukup terjal.

Yang sabar mbak, kalo mau ketemu sama calon mertua...”, suara kenek mobil mengalihkan pandanganku padanya sambil tersenyum. Sudah 3 kali kenek mobil ini kukuh dengan opininya, walaupun selalu kubantah. Cukup letih untuk kubantah lagi, akhirnya untuk kali ini kubiarkan saja dia berfikir seperti itu. Dalam hati mengamini-nya juga, ya... semoga satu saat, ku akan melakkukan perjalanan untuk mengunjungi calon mertua yang anaknya pun sampai saat ini belum diizinkan olehNYA untuk bertemu, hehheheee...
Wiwin Novi A. Rumata

Teringat akan masa kecilku yang penuh dengan kenakalan. Dialah kakak yang selalu menjagaku dan senantiasa tersenyum menghadapi kenakalan ini, disaat semua orang memasang wajah tegangnya mendapatiku berulah lagi. Kata mereka; “Dia paling menyayangimu diantara yang lain…”, dan tahukah kakak hal itu juga kurasakan dalam hati ini.

Tak adanya media komunikasi membuat kita yang terpisah jauh semakin tak saling mengetahui bertahun-tahun lamanya, sampai saat kabar engkau terbaring sakit itu tiba. Keterbatasanku dalam kesedihan membuatku hanya dapat memohon padaNYA semoga engkau s’lalu dalam lindungannya.

Subuh itu kuterbangun dengan mata berair dan memoriku kembali merangkai bunga tidur yang sempat kualami semalam. Seseorang datang padaku memintaku untuk menjaga diri seraya mengucapkan selamat tinggal. Logikaku tak dapat mencerna sebuah mimpi membuatku menangis saat tertidur? Ataukah ini memang sebuah tanda dariNYA? Kejadian beberapa menit sebelum datangnya kabar engkau telah tiada… Untuk pagi yang sedih.

Malam ini tepat tujuh harinya engkau berpulang ke Rahmatullah. Dalam tiap malam ini senantiasa kupanjatkan doa semoga engkau diterima disisiNYA…

Rasa syukur ini karena pernah miliki kakak terbaik sepertimu. Tapi belum sempat ku tahu, apakah adikmu ini telah menjadi adik yang baik untukmu?

14 Oktober 2010
Wiwin Novi A. Rumata

Satu saat kukenali dia sebagai sosok yang bersahabat, disaat lain dia menjadi kakak yang begitu penyayang dan mengayomi…

Kuyakin dia cukup jenuh mendengarkan setiap ocehanku yang tak terkontrol meluncurkan segala pertanyaan aneh yang sering mencekcoki pemikiran refleksi kebingunganku. Namun, dengan sabar dia sudi mendengarkan dan memberikan perspektif lain.

Tahukah dia bahwa ku pun bingung mendapati diri begitu leluasa berbagi dengannya? Sesuatu yang tak biasa.

Semakin kurenungi, semakin kusadari bahwa tak ada satupun yang ku tahu pasti tentangnya. Tapi kuyakini dalam diri setiap orang miliki kebaikan dihatinya, tak terkecuali juga berlaku untuknya. Dan hal itulah yang kulihat darinya selama interaksi ini terjalin, ketulusan dalam kebaikannya berbagi.

Lindungi dia Ya Rabbi… Dia layaknya seorang kakak bagiku. Semoga senyum selalu menghiasi wajahnya, kebahagiaan selalu menyertai langkahnya dan mudahkanlah dia dalam menggapai cita-citanya. Amin…

19 September 2010
Wiwin Novi A. Rumata

“Punya otak tapi tak digunakan untuk berfikir…” sindiran yang sering kulontarkan ketika engkau mulai kebingungan dalam menghadapi suatu masalah dan terkadang lebih memilih cara pintas untuk menyelesaikan masalahmu saat ini tanpa mempertimbangkan apa yang nantinya terjadi. Kalimat yang sering kulontarkan bukanlah kalimat mencela karena kalimat itu sesungguhnya kutujukan tuk memotivasimu menggunakan anugerah dalam dirimu, otakmu untuk berfikir kreatif. Dan sepertinya kalimat itu cukup ampuh untuk menahan segala kecerobohan yang terlintas dalam pikiranmu.

Wajahmu akan terlihat lebih kusut, saat dengan tegas kusampaikan pandangan lain dan diakhiri dengan kalimat yang sama. Sengaja kubuat kau lebih kebingungan karena hal itu akan merangsang otakmu untuk berfikir lebih kreatif lagi mencari solusi terbaik untuk setiap masalahmu. Tak setiap saat ku selalu ada disampingmu menjadi teman kegundahanmu yang sering kali malah membuatmu lebih kebingungan, karena takkan pernah kau temui jawabnya di sini.

Ketika kau diperhadapkan dengan 2 pilihan atau lebih yang saling bertolak belakang dan menuntutmu membuat pilihan satu diantaranya, maka lebih bijaklah dalam menyikapinya. Perangkat analisamu tentu telah mampu meraba seberapa kadar alternatif pilihan itu berpengaruh terhadap masa depanmu karena pastilah engkau memiliki tujuan dalam hidupmu. Pilihanmu merupakan jalan menuju tujuanmu, dan tentu saja kau pahami bahwa suatu proses lebih penting dari pada hasil yang diperoleh. Proses membuatmu lebih bijak menyikapi problem dalam interaksi sosialmu.

Solusi yang kau ambil saat ini merupakan cerminan yang akan kau tuai nantinya. Terkadang pemecahan masalah dengan hanya mempertimbangkan jangka waktu pendek tanpa memperhatikan yang terjadi dikemudian hari membuat kecerobohan dalam bertindak.

Sebuah pilihan terakui tidaklah mudah, karna setiap pilihan memiliki konsekuensinya sendiri. Mungkin saat ini engkau sedang kesulitan dalam menentukan pilihan itu, tapi ingatlah bahwa jawabnya ada dalam dirimu sendiri. Setiap orang yang kau mintai pertimbangan bukanlah hal mutlak yang harus dipenuhi. Dan ku yakin kau pahami hal itu karna kerangka berfikirmu telah mampu membingkai setiap langkah yang kau ambil, dan hati nuranimu merupakan fitrah dimana kebaikan tersimpan. Selalu ada yang dikorbankan ketika berhadapan dengan kebutuhan banyak orang, egomu akan tunduk di bawah kebutuhan orang banyak dimana nantinya kau abdikan pengetahuanmu…

Catatan Untuk Si Kecil