Wiwin Novi A. Rumata


Beberapa menit lagi bus yang kutumpangi berhenti di persimpangan jalan, tepat di depan sebuah pos polisi. Segera setelah bus berhenti, ku raih ransel disampingku dan mengaitkan pada bahu kanan sambil berjalan menuju pintu keluar. Dengan sekali lompatan kecil, kupijakkan kaki di jalanan yang agak basah tertimpa hujan yang sebelumnya turun.

Dari tempatku berdiri terlihat kakak yang sedang berbicara dengan 3 orang polisi di posnya. Rupanya kakak telah melihat sosokku diantara orang dan kendaraan yang lalu lalang, sambil tersenyum kearahku yang sedang berlari kecil menjangkau tempatnya berdiri. Dialah kakak angkatku yang telah 10 tahun tak pernah berjumpa, sejak kerusuhan melanda kota ku di bagian timur negeri ini.

“Dik, kuliah ya?” tanya seorang polisi yang berdiri tepat dihadapanku dengan ramah, mungkin kakak telah bercerita sedikit tentangku pada tiga orang polisi sekarang berdiri dihadapan kami.

“Iya, pak...” jawabku sambil tersenyum, tak ingin kalah ramah sama mereka.

Ngambil apa?” polisi tadi kembali bertanya dengan sedikit antusias.

Perencanaan kota dan daerah,” kali ini ku jawab dengan sedikit melirik ke kakak, meminta penjelasan mengapa bisa ada pertanyaan seperti ini?. Tapi hanya ditanggapi kakak dengan senyuman.

Kalo boleh, om polisi mau nitip pesan niy... Cepatlah selesaikan kuliahnya dan kembali membangun daerah ini. Masih banyak yang perlu dibenahi di sini, salah satu contohnya persimpangan jalan ini yang sulit diatur dan selalu menimbulkan kemacetan,” pernyataan pak polisi ini hanya kubalas dengan senyuman.

Saya berasal dari daerah timur dan keinginanku setelah menyelesaikan masa studi adalah kembali dan mengabdi pada daerah, sedangkan tempatku berpijak saat ini adalah bagian barat negeri ini. Jika daerah yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan serta aksesibilitas yang terjangkau ini masih mengeluhkan masalah penataan perkotaan dan daerah, lantas bagaimana dengan daerahku yang jauh dari pusat pemerintahan dan terdiri atas gugusan pulau-pulau kecil yang membuatnya kesulitan dalam hal aksesibilitas, sehingga menyebabkan masih banyaknya daerah-daerah yang terisolasi...

Pandanganku beralih ke luar pos polisi lewat kusen tanpa daun jendela dan kaca, terlihat kendaraan yang berderet karena kecepatannya terhenti pada persimpangan jalan yang cukup padat. Mataku juga merayapi deretan pertokoan, pasar tradisional dan sarana transportasi lain yang terparkir sepanjang pinggiran jalan, menutupi sebagian badan jalan. Bagaimana tidak menimbulkan kemacetan, jika aktivitas di sini lumayan tinggi namun belum tertata dengan baik?
3 Responses
  1. keren.. blogger2 maluku mantabs2.

    salam kenal ee..


  2. Trimakasih...

    Salam kenal juga...


  3. Mega Bicara Says:

    Pada akhirnya kita harus memilih..
    Mengabdi pada masyarakat atau mengabdi pada ego pribadi..?