Wiwin Novi A. Rumata

Sejak pindah ke kota ini awal bulan april 2010, semuanya terasa berbeda dari kota-kota sebelumnya yang pernah kudiami. Kota yang nyaman dengan keramahan penduduknya serta penataan tiap sudut kota yang lebih ramah terhadap kepentingan publik, kecuali pengemudi motor dijalanan yang lebih sering mengesalkan tentunya.

Kali ini ku tak ingin bercerita tentang penataan kota yang ramah beserta penduduknya ataupun pengemudi motor yang egois, melainkan seorang nenek yang tinggal didepan kosan-ku. Nenek itu s’lalu terlihat menunggui toko kecil di depan rumahnya, kadang terlihat bersama orang lain atau cucunya, namun lebih sering terlihat sendirian.

Sepintas tak ada yang spesial, bahkan mungkin biasa saja bagi mereka yang sering lalu lalang dengan berbagai kesibukannya. Namun ada yang menarik perhatianku, tentang wajah nenek yang terlalu datar tanpa senyuman. Tak pernah sekalipun kulihat beliau tersenyum pada orang-orang yang lewat ataupun mampir berbelanja di toko kecilnya, bahkan kepada beberapa mahasiswa yang kos dirumahnya.

Rasa penasaranku mungkin terlampau berlebihan, sehingga kadang membuatku malu sendiri. Setiap kali melewati toko kecil itu dan berpapasan dengan si nenek, maka yang kulakukan adalah tersenyum semanis mungkin walau tak ada manis-manisnya, hehhehee... tapi balasannya tak ada, bahkan si nenek lebih sering membuang muka dariku. Malu juga rasanya tiap kali  memberikan senyum tapi tak ditanggapi, apalagi kalo sampe disadari orang-orang yang kebetulan melihatnya, mungkin saja mereka akan menertawakan ketololanku senyum-senyum sendiri.

Minggu-minggu awal ku masih setia tersenyum pada si nenek walaupun tak ditanggapi, tapi lama kelamaan dalam hati kesal juga menyadari sudah hampir tiga bulan tak pernah berhasil membuat si nenek tersenyum kearahku. Suatu hari saat berangkat kampus kuputuskan tuk menyerah dan tak lagi tersenyum, dengan memegang tali tas punggungku tuk menghilangkan sedikit kegugupan yang muncul, kulangkahkan kaki melewati toko kecil itu dan cuek saja dengan si nenek yang tengah duduk di depan tokonya. Sedikit rasa gak enak muncul tapi semuanya terlupakan, saat di kampus melihat dosen yang ceramah panjang lebar di depan kelas. Pada hari yang sama, ketika pulang kampus ternyata kulupakan keputusan yang kubuat tuk tak lagi tersenyum pada si nenek, dan akhirnya kusenyumi tapi lagi-lagi dicuekin!!!

Seperti orang yang kurang kerjaan, sering ku amati si nenek dari lantai 2 kosanku berharap dapat mengetahui kapan nenek itu bisa tersenyum, tapi usahaku pun gagal karna tak pernah melihat seulas senyum diwajahnya. Malam itu, iseng ku putuskan sengaja mampir ke toko kecil itu tuk membeli sesuatu dengan harapan bisa bertemu dan menyapa si nenek, tapi harapan tinggal harapan karena yang melayaniku saat itu adalah cucunya yang berusia sekitar 12 tahun. Fakta berikutnya yang kutemui selain tak bertemu si nenek saat itu adalah harga barang di toko kecil itu agak mahal, mungkin harganya terpengaruh posisi toko yang berada di depan sebuah hotel yang cukup terkenal di kota ini. “Hmm... mungkin jika tak terlalu dibutuhkan, ku tak ingin membeli sesuatu di toko ini lagi.”, pikirku.

Setelah beberapa bulan menetap di kota ini, pada satu pagi yang kembali dengan rutinitas persiapan ke kampus. Tak ada firasat apapun saat pagi itu kembali melintas di depan toko kecil itu dan mendapati si nenek sedang memegang selang hijau dan menyiram jalanan depan tokonya. Kembali seperti orang aneh ku tersenyum ke arah nenek sambil menganggukan sedikit kepala sebagai isyarat permisiku, dan senyumku di balas!!! sempat kutertegun beberapa saat dengan senyum yang semakin lebar sebelum kembali melangkahkan kaki menuju kampus. Setelah kejadian pagi ini, ternyata si nenek mulai membalas setiap senyum yang kuarahkan padanya, dan akhirnya ku berhenti jadi orang aneh yang selalu tersenyum sendiri, hehhehehee....

Berita baiknya bukan hanya sampai disitu saja, seperti kejadian siang ini yang membuatku harus pergi lagi karna ada sedikit urusan yang mesti diselesaikan. Kembali melewati toko kecil itu dan berpapasan dengan nenek yang duduk santai di depan tokonya, lebih dulu kulemparkan senyum padanya dan dibalas dengan seyum olehnya seraya berkata; “Mau kemana Nak???” untuk pertama kalinya nenek itu berbicara padaku... Alhamdulillah, mungkin lain kali akan kuajak si nenek tuk bercerita... 

Ternyata hal kecil seperti sebuah senyuman dapat merubah sebuah keadaan... ^_^”

Jogja, 03 Januari 2011.
1 Response
  1. Mega Bicara Says:

    Mengutip sebuah kalimat dari sebuah buku yang entah apa judulnya..

    "Senyuman.., lengkungan yang dapat meluruskan segalanya.."